Wednesday, December 18, 2013

Desember 18

Tuhan, setiap hari aku berdoa untuk patuh dan melakukan apa yang Kau kehendaki, setiap hari pula aku gagal melakukan perintah Mu.
Rasa takut, dan khawatir membuatku hidup dalam kebimbangan dan kegamangan.
aku berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendakmu, tetapi gagal. Aku berusaha menjadi jujur, namun pada akhirnya aku menjadi pendusta.

Ketika berdoa, malaikat Tuhan dan Iblis ikut mendengar doaku.
Ketika berdoa, Malaikat Tuhan memberikan kelegaan dan kekuatan.
Pun setelah berdoa, iblis bekerja untuk menghancurkan segala doa doa ku yang didengarkannya bersama para malaikat.

Benar Tuhan, benih yang baik harus di tabur di ladang yang baik.
Benih adalah Firman Mu, dan ladang ialah hati kami.
Hati yang bimbang, hati yang takut adalah musuh kebaikan.

Tuhan, seribu kali iblis melawan aku, maka seratus ribu kali aku akan datang kepada Mu meminta kekuatan.
Percayalah Tuhan, aku tidak akan pernah berhenti berjuang menjadi garam dan terang dunia.

Iblis datang untuk menghancurkan dan membinasakan...
Tetapi Tuhan datang untuk menyelamatkan orang yang terhilang.

Sahabat datang dan pergi, sahabat seperti tiupan angin yang setiap saat kita rasakan hembusannya, dan lenyap seketika.
Tetapi Tuhan tetap disampingku.


Thursday, October 31, 2013

Don't Judge a Book From It's Cover

Jangan menilai sesuatu dari penampilannya saja, itulah kira-kira terjemahan dari judul tulisan ini. Pepatah tersebut benar-benar terbukti ketika saya sedang berada di sebuah toko sepatu di Pondok Labu. Seorang lelaki tua masuk ke toko dengan pakaian lusuh, berwarna hitam dan tanpa menggunakan alas kaki. Tanpa ada perasaan minder, dan penuh keyakinan lelaki tua itu memasuki toko bak seorang panglima perang. Lelaki tua itu sebenarnya ingin menukar sepatu yang telah di beli beberapa hari sebelumnya untuk anaknya yang duduk dikelas 2 SMK. Karena ukuran dan warna yang tidak sesuai dengan permintaan sang anak tersebut, maka sang kakek tua itu harus kembali ke toko untuk menukar sepatu itu. Namun sayang seribu sayang, karena jenis sepatu yang diinginkan sang anak harganya lebih mahal, sang pramuniaga mengatakan tidak bisa di ganti dengan speck dan harga yang berbeda. "Kalau mau bapak beli satu lagi" begitulah kalimat dari sang pramuniaga tersebut. Tanpa pikir panjang, pak tua tersebut langsung menuju lorong sepatu yang diinginkannya dan menunjuk dengan penuh keyakinan, "itu yang saya mau, sepatu warna hitam dengan tali!"begitulah kira-kira kalimatnya. Lalu ia membawa dua pasang sepatu yang ia beli dengan rasa bangga, sebelum pergi bapak tersebut menyalami semua pramuniaga yang ada disitu, termasuk menyalami saya juga. Kocak dan membuat kita tersenyum pada saat itu. Diam-diam saya mengabadikan moment langka tersebut dan memfoto pak tua itu.

Sang kakek yang sedang bingung memilih sepatu untuk anaknya.

Saya terenyuh dan simpati dengan bapak tua itu, demi keinginan anaknya ia rela merogoh kocek yang tidak sedikit. Saya tidak iba dengan bapak tua tersebut, karena ia bukanlah orang miskin, ia orang yang "kaya" demi anaknya yang membutuhkan sepatu. 

Wajah lusuh, pakaian lusuh, dan tanpa alas kaki memasuki toko, siapa sangka ia membeli dua pasang sepatu demi sang anak. Orang yang "kelihatannya miskin" tetapi berhati mulia dan "kaya". 
Coba lihat di dalam gedung-gedung pencakar langit, orang-orang dengan pakaian berdasi, dan wangi parfum semerbak diseluruh tubuhnya. Orang-orang yang berpendidikan tinggi dan memiliki kedudukan tinggi tega mengambil hak orang lain, tega menindas orang kecil dengan melakukan korupsi dan dan tidak terpuji yang merugikan orang lain.

Saya belajar dari sang kakek tua tersebut beberapa hal:
1. Menilai orang bukanlah menilai dari luar nya saja, bahasa kerennya don't judge a book from it's cover.
2. Apapun yang kita miliki berbanggalah! pak tua tersebut berpakaian lusuh, tanpa alas kaki, tapi wajahnya tegak berdiri tanpa rasa minder sedikitpun.
3. Belajar bukan hanya dari buku-buku tebal di bangku kuliah, dan dari profesor -profesor saja, tetapi sering kali Tuhan memberikan kita ilmu dan pelajaran dari orang yang pendidikannya lebih rendah dari kita, dan orang kecil yang dikucilkan dunia ini, sebuah pelajaran dari Tuhan untuk kita yang merasa hebat.
4. Siapapun kita, belajarlah dari semua orang!

Sekian dan terima kasih.

Salam musim hujan!

Sunday, October 13, 2013

Malala Yousafzai, a little teacher

Malala Yousafzai (www.canadian progressiveworld.com)


Nama Malala menjadi nama yang sangat populer saat ini yang menghiasi berbagai media masa di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Malala dijadikan simbol perlawanan terhadap penindasan hak dan martabat kaum wanita, terutama hak mendapatkan pendidikan. Perjuangan dan tulisan-tulisannya membuat gerah pihak Taliban yang tidak suka dengan aktivitas Malala, puncaknya dia di tembak di bagian kepala saat menaiki sebuah bis di Pakistan. Nyawanya pun dapat diselamatkan setelah mendapatkan perawatan intensif di Inggris, kini Malala telah pulih dan siap melanjutkan perjuangannya untuk membela kaumnnya mendapatkan hak untuk mendapatkan pendidikan. Respon positif dari warga dunia, membuat Malala mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi seperti Sakharov Prize, penghargaan tertinggi di bidang hak asasi manusia dan kebebasan berpikir dari Uni Eropa, ia juga menerima Reach All Women in War (RAW), Anna Politkovskaya Award 2013, hadiah perdamaian anak internasional, The Oklahoma City Memorial and Museum di AS, dan berbagai penghargaan lainnya yang ia terima (kompas.com).

Melihat perjuangan wanita cilik berumur 16 tahun ini, saya begitu terkesan dan begitu tidak percaya ketika membaca riwayat Malala dan perjuangannya yang sangat luar biasa di sebuah negara Pakistan yang masih dilanda perang saudara antar pihak pemerintah dan opisisi, bahkan antar ras. Tidak bermaksud untuk melebih-lebihkan alias hiperbola, saya  merasa malu sendiri dan menjadi refleksi buat diri sendiri yang sampai detik ini belum melakukan sesuatu yang berarti bahkan untuk diri sendiri, keluarga, dan orang lain.

Indonesia juga memiliki pejuang wanita yang hebat seperti R.A. Kartini, seorang wanita berpendidikan dan putri seorang bangsawan yang mendobrak mitos dan budaya patrenalisme Jawa pada masa itu, yang melarang wanita untuk bersekolah dan memiliki hak yang sama dengan pria. Perjuangan ditengah keterbatasannya tidak membuatnya ciut bahkan menjadi pemicu untuk terus berjuang dan berkarya. Kini, perjuangan sang Kartini pun sudah dinikmati jutaan kaum wanita dinegeri ini, dan tetap menjadi sebuah simbol pergerakan perjuangan kesetaraaan wanita dan pria.

Malala Yousafzai dan R.A.Kartini adalah dua wanita yang bergerak menembus batas tantangan, hambatan, yang hanya bermodalkan ide dan niat baik, serta kerelaan berkorban untuk sebuah tujuan mulia yaitu membebaskan kaumnya dari belenggu perbudakan primordial.

Cerita diatas merupakan refleksi buat saya, dan mungkin kita semua untuk berjuang melawan segala tantangan yang menghambat kita untuk maju. Keterbatasan bukanlah sebuah alasan untuk melangkah kedepan. Malala bukanlah wanita super yang kuliah di Harvard Business School, bukan pula wanita yang dilatih oleh pasukan khusus untuk mempertahankan diri dari serangan kaum milisi, tetapi ia memulai tujuan besarnya dengan langkah kecil, yaitu mengajar...

Salam.











Friday, October 4, 2013

Plak....! Lalu Ku Tampar.

Itulah yang terjadi ketika seorang wartawan bertanya kepada Akil Mochtar, seorang tersangka kasus korupsi dan seorang Ketua Mahkama Konstitusi (MK). Pertanyaan wartawan yang membuat Pak Akil marah besar yakni "Apakah Bapak siap untuk potong jari jika bapak terbukti bersalah"? (kompas.com), alih-alih mendapatkan jawaban, wartawan tersebut justru mendapatkan cap lima jari alias tamparan dari Pak Akil, Plak....!begitu kira-kira bunyinya jika dibayangkan. Sebagai informasi, ketika menjadi juru bicara MK, Akil Mochtar pernah mengusulkan pemiskinan koruptor dan juga potong jari koruptor jika bersalah.
Akil Mochtar tampar wartawan (detik.com)
Sebagai orang Indonesia, saya sudah tidak kaget lagi dengan berita pejabat negara ditangkap KPK karena korupsi, basi cuy...! tiap hari kaleeee hehehe. Ya itulah cerminan negeri yang saat ini sedang berusaha menata kehidupannya dengan perbaikan di berbagai sektor. Disaat sebagian kecil pejabat yang masih jujur berusaha untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa ini, ada sebagian besar pejabat yang justru melakukan perusakan dari dalam, seperti korupsi yang sedang menjamur di negeri ini.
Disaat sebagian besar warga Miskin Indonesia berjuang untuk makan, minum, dan menyekolahkan anak-anaknya, malah ada pejabat yang tega melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri.

Ketika saya mendapat pelatihan sales staff di beberapa mall di Jakarta, saya sering melihat orang tua yang membeli sepatu anak-anaknya dengan biaya bantuan pemerintah atau KJP (kalau tidak salah kartu jaminan pendidikan). Miris juga y, melihat orang tua untuk membeli sepatu anaknya saja yang paling mahal harganya Rp.200.000, harus pakai KJP. Bagaimana dengan pejabat yang tidak pernah bersinggungan dengan KJP? yang bisa menyekolahkan  anak-anaknya keluar negeri, yang tentu saja beli sepatu anaknya tidak pakai KJP.

Saya sangat yakin bahwa siapapun kita, sebagai manusia ciptaan Tuhan, tidak akan luput dari hukuman Tuhan, gak ada obatnya, jika hukuman Tuhan sudah murka. Ironis sekali melihat pejabat yang tadinya jadi penghukum orang bersalah, malah jadi orang yang dihukum.

Sebuah ironi, dan simbol dari sebuah jaman yang mengalami dekadensi moral ditengah peradaban manusia yang berkembang pesat.

Salam.


Friday, September 27, 2013

Picture Tell More Than Words.


Recently i like to write anything in my blog; my personal experience, like what i see, what i do, what i feel, anything!. Every moment has different impression and story, some times i see the moment that i want to write and also take the picture. I feel the special moment not only can be written, but also can be told by give the picture, because people say picture tell more than word.

That's why, next time i want to write some of my stories consist of words and also pictures, and learn some technique of photography.


Sunday, September 15, 2013

In Life We Need Consistency !

Seorang juara dunia tinju seperti Mani Pacqiao tidak sekonyong-konyong menjadi juara dunia. Ia mulai dengan latihan ringan hingga berat, dengan bertanding di kelas kampung hingga kelas dunia. Seorang pesepak bola hebat seperti David Backham, berlatih sepak bola dari masa kanak-kanak. Sebelum tidur ia selalu melatih menendang bola sehingga terlatih hingga dewasa.

Saya teringat ketika saya di interview oleh seorang country manager di perusahaan saya bekerja saat ini, beliau mengatakan "Victor, in life we need consistency".
Untuk menjadi konsisten tidak mudah, butuh kekuatan, ketabahan, dan kerelaan, ya kerelaan untuk tetap konsisten berlatih menjadi lebih baik, konsisten dijalan yang kita anggap benar walaupun kita berjalan sendiri.

Kunci dari kesuksesan adalah konsistensi, apapun yang kita jalani tanpa konsistensi, hasilnya akan setengah-setengah, dan sia-sia belaka.

Untuk sukses kita butuh konsistensi, konsistensi untuk berjuang menggapai cita-cita.

Salam.




Friday, September 6, 2013

Pelajaran dari film Killing Season

Killing Season adalah sebuah film action yang mengisahkan dendam seorang mantan tentara serbia terhadap mantan tentara NATO yang pernah bertugas di serbia. Film ini menyoroti dua figur utama yakni Benjamin Ford, sebagai pensiunan tentara NATO yang diperankan oleh Robert de Niro, dan juga Emil Kovac, diperankan oleh JondraVolta yang adalah seorang mantan tentara Serbia. Film ini mengisahkan dendam kesumat Emil Kovac, yang melihat teman-temannya dibunuh oleh tentara NATO pada masa lalu. Emil Kovac sendiri selamat dari eksekusi tentara NATO karena sang tentara tidak menembak Emil Kovac yang pada waktu itu akan ditembak mati, adalah Benjamin Ford sendiri yang tidak menembakkan senjatanya ke kepala Emil Kovac.

Delapan belas tahun berlalu, Emil Kovac pun akhirnya menemukan sang veteran tentara NATO yang mengeksekusi tentara Serbia. Alur cerita yang cukup menarik, karena antara Benjamin dan Emil Kovac silih berganti untuk membunuh satu sama lain, namun tidak pernah berhasil. Usaha untuk saling membunuh terjadi disebuah pegunungan Appalachian, tempat Benjamin Ford menghabiskan masa tuanya untuk melupakan masa lalunya di medan perang sebagai seorang prajurit.

Hingga pada satu titik, Benjamin Ford berhasil menaklukkan sang mantan tentara Serbia yang tidak berdaya. Situasi sama ketika Emil Kovac tersungkur dengan tangan terikat yang siap dieksekusi pada saat perang Serbia dahulu. Akhirnya Benjamin Ford tidak membunuh Emil Kovac dan singkat kata terjadi perdamaian.

Begitulah kekuatan dari memaafkan, ketika salah satu pihak berani mengambil keputusan untuk memaafkan dengan mengorbankan ego dan perasaannya. Kita sering mendengar kata forgive but not forget, dua kata yang bertentangan satu sama lain. Ketika memaafkan seseorang, maka secara pribadi kita seharusnya telah melupakan segala kesalahan orang tersebut.
Sejarah dunia ini adalah sejarah peperangan, hingga saat ini, orang saling membunuh dan membantai. Suriah, Mesir, Nigeria dll adalah contoh dari begitu mengerikannya peperangan, yang dilakukan antara saudara, bahkan di Indonesia pun memilik sejarah kelam peperangan antar anak negri.
Kapan perang akan berhenti? sampai ada yang berani mengambil keputusan forgive and forget, and let's live together in the world that God has give to us for every one.

Salam Damai!

Sunday, August 25, 2013

Polisi Berpakaian Preman


Sering kali kita mendengar kalimat polisi berpakaian preman, dan istilah itu merujuk pada seorang polisi yang sedang menyaru menjadi warga sipil biasa yang sedang melakukan pengintaian atau istilah lainnya intelijen/intel. Mengapa kata-kata preman tidak kita ganti dengan istilah misalnya polisi berpakaian sipil atau polisi berpakaian kaos oblong, dan itu lebih relevan menurut saya. Karena preman memiliki konotasi negatif sebagai pemeras atau yang suka menggunakan cara kekerasan. Apakah karena preman di negeri ini memiliki posisi yang terhormat? atau memang kita terbiasa hidup dengan preman atau bahkan kita sendiri memiliki kebiasaan preman yang suka memeras, dan melakukan kekerasan? tentu tidak bukan.

Saya khawatir suatu saat para preman di jakarta marah karena namanya sering disalahgunakan dan dipakai tanpa seizin mereka, dan mereka marah dan ganti memakai nama polisi menjadi "preman berpakaian polisi". Kalau ini terjadi, maka ini sangat berbahaya, karena preman berpakaian polisi lebih berbahaya dari pada polisi berpakaian preman. Semoga tidak terjadi di negeri kita.

Saya Victor Marbun,

Salam!

Sunday, July 7, 2013

Pers Dahulu dan Sekarang


Sumber: Google Image

Pers sebagai sebuah media pada dasarnya berfungsi sebagai alat penerangan atau informasi kepada masyarakat tanpa berpihak atau menutup-nutupi informasi yang di dapat. Pada masa perjuangan kemerdekaan, pers dengan media seperti surat kabar yang berfungsi sebagai alat perjuangan kaum intelektual untuk mengobarkan semangat kemerdekaan kepada masyarakat luas. Pers digunakan sebagai penyambung lidah rakyat untuk menyampaikan kritik dan ide kemerdekaan yang di tujukan kepada pemerintah Belanda. Tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Moh.Hatta, H. Agus Salim, dll yang menjadi motor pergerakan kemerdekaan kala itu, sering menulis ide-ide perjuangan mereka pada surat kabar resmi kala itu. Akibat dari tulisan-tulisan mereka yang dianggap menghasut, mereka menjadi sasaran pemerintah Belanda dan terpaksa di asingkan ke pulau terpencil agar tidak membuat tulisan yang menghasut atau propoganda yang dapat membahayakan keberadaan kaum penjajah Belanda.
Dengan kata lain, media saat itu dijadikan sebagai alat propoganda dan alat perjuangan untuk menggerakkan massa dan menyadarkan bangsa agar tidak menjadi bangsa terjajah. Fungsi pers saat itu adalah sebagai penyambung lidah rakyat dan alat perjuangan yang bertujuan sangat mulia untuk melepaskan diri dari kebodohan dan belenggu penindasan penguasa.

Bagaimana dengan fungsi pers saat ini? Pers telah menjadi sebuah industri yang menggiurkan dan menguntungkan bagi pemilik modal. Lihat saja, beberapa stasiun TV dan media cetak telah dikuasai oleh beberapa pemilik modal dan membentuk sebuah kartel berita. Bahkan, satu pemilik modal bisa memiliki beberapa stasiun TV nasional.
Bagi mereka, media sudah menjadi industri yang menguntungkan bukan hanya sebagai alat untuk mendulang keuntungan, tetapi juga sebagai alat untuk menyebarkan pengaruh atau membentuk opini publik.

Tidak percaya? lihat beberapa dari pemilik modal TV tersebut yang membuat semacam opini publik dengan membuat pidato-pidato agar mempengaruhi masyarakat luas untuk membentuk citra positif mereka. Tujuannya jelas untuk menuju kursi kekuasaan, karena sebagian dari mereka menjadi calon presiden di pemilu yang akan datang. Pers yang seharusnya jujur dan lugas tanpa memihak, justru dijadikan alat politik oleh sang pemilik modal. Yang terjadi sekarang adalah perang media di mana-mana, wajah-wajah sang pemilik modal menjadi artis dadakan, dan masyarakat dipaksa untuk menyaksikan wajah-wajah tersebut, sungguh membosankan dan menjemukan. Bukankah lebih baik menyaksikan Julia peres atau artis seksi di TV dari pada pidato mereka yang menjemukan itu.

Itulah perbedaan pers jaman kolonial Belanda dan saat ini, tanpa mengecilkan insan pers termasuk wartawan yang memiliki dedikasi tinggi untuk menyajikan berita yang berkualitas. Kehadiran pemilik modal yang menggunakan media sebagai alat politik untuk kepentingan pribadi sungguh berbahaya. Berbeda dengan pers jaman perjuangan dahulu, yakni bertujuan untuk kepentingan rakyat banyak agar lepas dari belenggu penjajahan, dan bukan untuk tujuan pribadi atau golongan tertentu.

Selamat menyaksikan perang pemilik modal di TV, selamat meyaksikan kampanye-kampanye yang hambar demi 2014.

Salam pemilu 2014.



Monday, July 1, 2013

Perjuangan Hidup Sang Pramuniaga

Training pramuniaga di toko sepatu BATA

Saya bekerja sebagai Management Trainee di sebuah perusahaan retail salah satu perusahaan asing asal Swiss. Pada suatu hari saya ditempatkan di salah satu shoe store yang terletak di sebuah mall di Cilandak, Jakarta selatan. Di toko tersebut ada lima orang karyawan, dan satu orang retail dealer atau yang biasa disebut store manager.
ketika saya ditugaskan selama tiga hari di toko tersebut, beberapa pramuniaga mengungkapkan isi hati nya kepada saya, atau curhat-curhatan. Pramu niaga tersebut mengatakan bahwa perlakuan dari sang store manager kurang mengenakkan terhadap para pramuniaga. Beberapa contoh nya adalah beban kerja yang berlebihan namun tidak diberikan insentif yang layak. Secara struktural memang para pramuniaga tidak masuk dalam jajaran karyawan tempat saya bekerja, namun para pramuniaga tersebut langsung di rekrut oleh sang retail dealer tersebut. Semua gaji, dan fasilitas yang menjadi hak pramuniaga menjadi tanggung jawab sang retail dealer dan bukan perusahaan tempat saya bekerja.

Selama tiga hari saya berada di tempat tersebut, saya turut merasakan bagaimana sulitnya menjadi pramuniaga. Mulai dari beban kerja yang panjang, yakni masuk pukul 10.00 pagi hingga pukul 10.00 malam. Mereka harus bersikap ramah, dan help full terhadap customer yang datang. Rasa bosan yang saya rasakan karena harus berdiri di toko selama berjam -jam membuat saya merasakan beban mereka. Ya, mereka berjuang untuk keluarga, dan diri sendiri.
Rata-Rata mereka berusia 20-25 tahun, hanya satu orang yang sudah berkeluarga berusia sekitar 35 tahun.

Berada di toko selama tiga hari, membuat saya merasakan perjuangan mereka, dan betapa gigihnya mereka berjuang untuk keluarga mereka. Sejak saat itu saya mulai bersikap untuk tidak sekali-sekali meremehkan pekerjaan mereka sebagai pramu niaga.
Mereka pun berharap kepada saya untuk membuat laporan ke pihak management tentang keadaan ini. Saya pun berusaha membuat mereka sedikit lega, dengan sedikit memberikan nasehat dan menjanjikan akan memberikan feed back terhadap kondisi mereka ke pihak management.
Hidup memang keras, dan ada rasa syukur di hati saya karena saya tidak bernasip seperti mereka, sekaligus sedih karena perjuangan mereka yang begitu luar biasa.
Semoga kita tidak mengangkap remeh setiap profesi, dan selalu menghargai profesi apapun, karena manusia tidak diukur dari tingginya jabatan, tingginya gelar atau pangkat, melainkan seberapa besar kita berguna bagi orang lain.
Bravo pramuniaga!

Salam.

Saturday, June 22, 2013

Diskusi Bersama Mr. Carbahal


Pagi ini tepat pukul 7.30 WIB, saya sudah berada di hotel Le Meredian, Jakarta. Agenda acara hari ini adalah berdiskusi masalah bisnis dengan Mr.Carbahal, CEO Bata Shoes Organization asal Peru. Perawakannya cukup besar, ramah, dan memiliki business mind set yang bisa dibilang taktis. Kami memulai memperkenalkan diri kepada beliau dan sekaligus menjelaskan program kami masing-masing yang bisa di buat. Satu persatu dari kami menjelaskan, suasana agak tegang pada saat pertama kali, namun beliau bisa menjadi ice breaking, ketika mengatakan jangan terlalu tegang dan formal. Biasa saja, karena ini hanya bincang-bincang di hari sabtu, "lihat saya, hanya mengenakan baju lengan pendek" begitu kira-kira kata beliau. Suasana pun menjadi cair, dan kami bisa menjelaskan program kami dengan baik. Saya pribadi merasa puas dengan gaya bicara saya ketika tiba giliran saya bicara, dan tidak terlalu grogi pada saat bicara. Beliau pun cukup antusias mendengar celoteh saya.


Namun, diskusi hanyalah diskusi, peperangan sebenarnya adalah bagaimana menjalankan apa yang telah didiskusikan dengan sempurna, sehingga strategi dapat berjalan dengan baik. Ada kata-kata yang cukup menarik yang saya ingat ketika salah satu tim dari CEO bicara, lebih baik bad strategi, good execution, dari pada Good strategy, bad execution. Artinya action lebih penting dari pada planning yang muluk-muluk. Good point!
Saya juga yakin, peperangan sesungguhnya bukanlah pada saat diskusi yang memukau dan dapat tepuk tangan, tapi peperangan sesungguhnya pada saat kita bekerja sama dengan orang lain, melakukan eksekusi planning, dan bagaimana interaksi kita dengan orang lain. Itulah perjuangan yang sesungguhnya. Semoga saya bisa melalui nya, dan mari kita berjuang!

Salam akhir pekan.


*ditulis disebuah kost-kostan sederhana di Kuningan (HR.Rasuna Said)

Sunday, June 16, 2013

Semut-Semut Yang Rakus

Pagi ini, saya melihat segerombolan semut mati di dalam cangkir yang berisi sedikit teh manis sisa kemarin. Semut-semut tersebut mati karena mencoba meminum habis sisa teh manis yang ada di gelas. Seandainya semut-semut tersebut hanya meminum secukupnya sisa teh manis tersebut dan berbagi dengan yang lain, maka mungkin semut-semut tersebut tidak akan tenggelam dan mati di dalam sisa teh manis itu.


Dalam hidup memang kita selalu ingin mendapatkan segala sesuatu sebanyak-banyaknya, tidak perduli bagaimana cara dan kerasnya mendapatkannya. Bahkan terkadang, bagian orang lain pun kalo bisa kita embat juga. Itulah naluri manusia, bahkan saya pun juga mungkin sering melakukan hal itu. 
Kita melihat beberapa hari atau bulan ini, banyak sekali para pembesar yang masuk penjara akibat ketamakan nya memperoleh harta. Akibatnya, masa muda di pakai untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, bahkan hak orang pun di sikat juga, dan masa tua nya dihabiskan di balik jeruji besi. Tuhan memang adil, barangkali itu adalah contoh yang Tuhan berikan, bahwa, manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari kebaikan-kebaikan yang kita berikan untuk orang lain. Jika kita mempunyai makna bagi orang lain, atau berguna, ya, itulah hidup yang sesungguhnya, bukan hanya dari makan dan minum saja.

Pelajaran dari para semut yang mati di segelas teh mengingatkan kita, bahwa sebaiknya jauhkan diri kita dari ketamakan, dan mari berbagi dengan orang lain. Maka kita akan memiliki makna hidup sesungguhnya.

Salam.

Sunday, June 2, 2013

Pelajaran dari Rakyat Kecil

Hari ini saya mendapatkan pelajaran berharga dari tukang Teh Botol dan Tukang Ketoprak di dekat kost-kostan saya. Pada siang hari, saya mencoba untuk mencari warung makan karena perut sudah terasa keroncongan dan bunyi yang bertalu talu, tetapi hampir semua warung makan tutup karena hari ini adalah hari minggu alias libur bekerja. Saya melihat hanya tukang ketoprak saja dan tukang nasi goreng yang ada, lalu saya menjatuhkan pilihan pada ketoprak sebagai menu santap siang saya. 

Pada saat ketoprak di sajikan, saya meminta teh botol sebagai teman makan ketoprak saya, dengan sigap  tukang ketoprak berteriak memanggil tukang teh botol untuk memberi teh botol yang saya minta.
Lalu saya berpikir, seharusnya tukang ketoprak ini bisa juga menjual teh botol, atau air minum lainnya sebagai teman ketoprak, karena orang makan pasti minum juga. Dengan begitu, tukang ketoprak ini bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Namun itu tidak dia lakukan, agar rekannya yang lain sesama pedagang kaki lima juga bisa mendapat rezeki dari usahanya itu. Pedagang ketoprak ini sudah mengajari saya bagaimana kita harus saling berbagi dalam kehidupan ini, ternyata pelajaran moral tidak didapat dari buku-buku moral atau etika yang dijual di toko-toko buku, namun dengan mudah kita bisa melihat dari wong cilik-wong cilik ini bagaimana meraka mempraktekkan cara berbagi terhadap sesama dan juga melakukan persaingan yang sehat sesama pedagang kaki lima.


Berbeda sekali dengan para koruptor, dan politikus dan juga beberapa pejabat negara, yang rela mengorbankan hak-hak orang lain untuk kepentingan pribadi mereka. Lihat saja mereka-mereka yang ditangkap oleh KPK, mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi dan memiliki jabatan tinggi, tapi kelakuan mereka seperti bandit-bandit bengis dan rakus. Mereka seharusnya belajar dari tukang ketoprak dan tukang teh botol ini, bagaimana di dalam hidup harus memikirkan orang lain, bukan hanya kepentingannya sendiri.

Ternyata pendidikan tinggi tidak menjamin orang menjadi terdidik dan peduli sesama , namun kesadaran untuk saling berbagi lah yang membuat orang mampu saling membantu seperti yang dilakukan wong cilik ini, yang nota bene tidak meiliki pendidikan formal yang tinggi seperti para koruptor...

Salam.






Kemampuan Membuat Keputusan


Dalam kehidupan, kita selalu membuat sebuah keputusan-keputusan baik itu besar atau pun keputusan kecil. Contoh sebuah keputusan misalnya keputusan memilih sekolah, keputusan memilih pekerjaan, atau bahkan memilih menu makanan. Kita sering mendengar bahwa banyak orang tidak mampu membuat keputusan secara cepat. Terlalu banyak pertimbangan untung rugi dan sifat yang plin plan membuat keputusan semakin lama kita buat.

Saya setuju dengan perkataan orang yang mengatakan bahwa kita memang harus membangun skill untuk membuat keputusan secara cepat dan tepat. Boleh saja kita mengukur untung rugi akan sebuah keputusan yang akan kita ambil, namun jangan terlalu banyak memakan waktu sehingga menjadi wasting time. Lihat saja pemerintah yang plin plan dalam mengambil keputusan tentang dihapus atau tidaknya subsidi BBM (bahan bakar minyak), yang dibuat bingung bukan hanya pemerintah itu sendiri, namun masyarakat luas di buat bingung akan ketidakjelasan tersebut.

Menurut saya, kita harus mampu membuat keputusan secara cepat, dan tepat, dan yang paling penting tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Kesalahan adalah hal biasa, namun ketegasan adalah hal luar biasa yang harus dibangun sejak dini.





Sunday, May 5, 2013

Pertolongan Tuhan - Sebuah Puisi









Hidupku penuh dengan kenyarisan,
Nyaris tidak bisa sekolah dasar, tetapi bisa sekolah,
nyaris tidak bisa kuliah, tetapi mendapat gelar Master,
nyaris jadi pengangguran abadi, tetapi sekarang bekerja.

Tuhan memang dahsyat,
ketika tampak tidak ada harapan, dia memberi kepastian,
ketika kita lelah berusaha, dia memberi pertolongan.

Dan aku percaya,
masih akan ada kenyarisan lainnya yang akan kualami,
tetapi seperti biasa,
Dia memberi pertolongan tepat pada waktunya,
juga sekedar mengingatkan aku,
bahwa tanpaNya, aku bukanlah siapa-siapa.



Sunday, April 28, 2013

Jakarta Jaman Dahulu


Jika kita membayangkan Jakarta jaman dahulu, maka kita akan di buai dengan keindahan dan nostalgia masa itu. Walaupun saya tidak lahir di jaman itu, tapi imajinasi, dan khayalan kita di bawa ke masa itu. Kita dihanyutkan oleh keadaan, kepolosan, dan kealamian kota Jakarta kala itu.

Kalau saja ada mesin waktu nya Doraemon, saya ingin kembali ke jaman itu, merasakan Jakarta tempo dulu yang polos, dan alami, jauh dari kesan kotor, sembrawut dan banyak kemunafikan seperti saat ini.

Marilah kita sejenak berimajinasi dengan melihat foto-foto Jakarta masa lalu. Berikut fotonya:
Jl. Merdeka Barat-Thamrin thn.1950

Masjid Al-Azhar, bagian depannya masih kosong.

Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta

Suasana di Jl.Jend.Sudirman dgn bus tingkatnya, gedung ini msh ada sampai  sekarang

Patung Pancoran, masih belum ada fly over

Pasar Senen, terlihat masih sepi

President Taxi, taxi jaman dulu, dgn penumpang segambreng

Hayam Wuruk thn.1948

Gadjah Mada thn.1950

Harmoni, 1954

Djati Negara, 1955

Menteng Raya, 1955


Tanah Abang, 1955

Gedung Kesenian

Katedral, 1880

Sumber foto : Blogdetik.com

Sunday, April 7, 2013

Esensi Perubahan Kurikulum (Repost)

Minggu lalu (31 Maret 2013), saya memposting sebuah artikel di Kompasiana  yang judulnya Esensi Perubahan Kurikulum. Artikel ini disambut baik oleh para pembaca Kompasiana, dan di recommend di beberapa jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, artikel ini pun sempat nangkring di highlight nya kompasiana sebagai artikel menarik dan aktual. Berikut saya tampilkan kembali artikel tersebut, semoga bermanfaat bagi pembaca.
                                                                
                                                                      *****


Kurikulum didefinisikan sebagai perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara yang berisi rancangan pelajaran yang didalamnya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum hendaknya dirancang sesuai dengan kultur dan cita-cita nasional yang pada akhirnya menciptakan generasi-generasi yang cerdas, humanis dan berakhlak mulia.

Di Indonesia, kurikulum selalu berganti dari tahun ke tahun, dari menteri ke menteri yang pada akhirnya memusingkan guru, dan para siswa itu sendiri, dan itu masih terus terjadi sampai saat ini. Menurut saya, mengganti kurikulum adalah perkara mudah, cukup sediakan budget untuk rapat, siapkan ahli-ahli pendidikan, dan cetak buku-buku baru, mudah bukan! Tapi esensi dari pendidikan bukanlah seberapa canggih kurikulum itu dibuat, seberapa menyulitkan kurikulum itu dibuat, dan juga bukan seberapa pusingnya siswa dibuat oleh kurikulum tersubut, melainkan seberapa efektif dan efisien kurikulum itu dibuat, sehingga menciptakan generasi-generasi yang cerdas, humanis, anti korupsi, dan kreatif dan inovatif.

Di tahun 1990 an kita mengenal kurikulum cara belajar siswa aktif (CBSA), di tahun 2004 kita di kenali lagi dengan istilah kurikulum berbasis kompetensi, kemudian ditahun 2006 lagi-lagi kita di cekoki dengan kurikulum baru yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan. Mungkin ada beberapa guru yang mengalami semua kurikulum tersebut, dan orang tersebut pastilah sudah jadi “dewa kurikulum nasional”.

Buat saya, siswa, guru, dan ahli-ahli pendidikan yang sering bicara di TV-TV nasional perlu dilibatkan dalam merancang kurikulum nasional. Bukan hanya pemerintah, dalam hal ini departemen pendidikan saja yang selalu memiliki hak prerogratif untuk merubah kurikulum tanpa melibatkan secara aktif semua stakeholder didalamnya.
Sekali lagi, bukankah menciptakan guru-guru berkualitas lebih penting dari pada mengganti kurikulum, bukankah membangun sekolah dengan fasilitas baik lebih penting, bukankah membuat pendidikan yang berkualitas dan dapat dirasakan oleh semua rakyat dari Aceh sampai Papua juga lebih penting dari pada sibuk gonta ganti kurikulum.


Berhentilah hanya berfikir kuantitafif semata, cobalah berfikir lebih substantif dan kualitatif dengan menciptakan pendidikan yang tangguh tanpa harus gonta ganti kurikulum semata.
Ada kelakar mengatakan kurikulum yang baik adalah kurikulum yang memusingkan siswa, sehingga siswa takut pergi kesekolah, semoga saja ini tidak terjadi.
Tan Malaka tidak mengenyam pendidikan,
Pramoediya Ananta Toer sekolahnya tidak tinggi sampai kuliah, tapi karyanya diakui dunia…


Salam Kurikulum…

Sunday, March 31, 2013

Semangat Menulis Kembali Muncul

Hari ini saya sangat senang, karena tulisan saya masuk kedalam highlight Kompasiana edisi minggu 31 Maret 2013 alias hari ini. Tidak sembarang tulisan bisa masuk highlight Kompasiana, karena mungkin selain harus banyak yang baca juga tulisan harus informatif dan inspiratif.
Saya sendiri tidak menyangka tulisan saya bisa masuk highlight Kompasiana, karena menurut saya biasa biasa saja artikel yang saya tulis.
Artikel yang saya tulis hari ini adalah berjudul Esensi Perubahan Kurikulum, yang sedikit banyak bercerita seringnya pemerintah dalam hal ini departemen pendidikan nasional mengganti kurikulum yang ada. 

Artikel saya tentang Esensi Perubahan Kurikulum, yang terpampang di Kompasiana ter atas di Highlight
Saya sangat senang, karena dari sekian banyak artikel yang saya tulis, ada satu yang masuk highlight Kompasiana. Senang karena jika artikel kita masuk highlight Kompasiana, maka, foto dan artikel kita akan terpampang cukup lama di halaman depan Kompasiana, otomatis akan banyak yang melhat foto dan artikel saya hehehe.

Ini membuat saya kembali semangat untuk menulis dan menulis lagi, selain untuk mempertajam ilmu saya, menulis juga mungkin bisa men share ilmu kepada khalayak ramai.
Berikut adalah link dari artikel saya yang di highlight di Kompasiana:



Sunday, March 3, 2013

Jehovah Jireh -Allah Menyediakan-

Jehovah Jireh dalam bahasa Ibrani artinya Allah Menyediakan. Itulah yang saya rasakan baru-baru ini, disaat saya membutuhkan sesuatu yang mendesak dan dirasa perlu, selalu saja ada jalan atau cara untuk mendapatkan hal tersebut. Saya bekerja di sebuah perusahaan di daerah kuningan tepatnya di jalan Rasuna Said, untuk mencapai tempat kerja tersebut, dari tempat tinggal saya di daerah Kranggan, Bekasi membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam perjalanan, bahkan bisa lebih. Setiap pagi harus berangkat pukul 5 pagi, dan pulang paling cepat pukul 8.30 malam. Rutinitas seperti ini membuat saya sangat tidak nyaman dan seperti sebuah "hukuman" ketika pergi ke kantor. Kondisi ini membuat saya memiliki absensi yang lumayan buruk, dengan beberapa kali membolos dan terlambat bekerja, karena faktor kelelahan.

It's enough! Saya memberanikan diri untuk mencari tempat kost-kostan di daerah tempat saya bekerja, walaupun lumayan mahal, tetapi dari pada harus tersiksa menghadapi kemacetan, tak apalah!
Usut punya usut, saya mencari dengan teman saya sekantor, dan akhirnya kost-kostan pun di temukan, setelah berkeliling sekitar satu jam. Dan yang membuat saya lebih senang lagi, ada kost-kostan yang terbilang cukup murah jika dibandingkan dengan kost-kostan lainnya dibilangan elit Kuningan, yang merupakan pusat bisnis di Indonesia. Dengan harga cukup murah yaitu Rp.500.000, dan dengan kamar yang lumayan besar untuk  satu orang, lengkap dengan tempat tidur, meja, lemari, kamar mandi di luar, dan air minum yang selalu tersedia.

Ada kejadian unik disini, awalnya saya tidak jadi kost di tempat ini, karena sedikit ragu-ragu dan saya pun melanjutkan dengan rutinitas yang menyebalkan dan cukup menguras energi, yaitu pulang pergi kekantor dari Bekasi - Kuningan. Sebulan berjalan, saya pulang pergi ketempat kerja dari rumah saya di bilangan bekasi, dan akhirnya jatuh sakit.


No Choice! akhirnya saya pun kembali mencari tempat kost di daerah tempat saya bekerja. Waktu berjalan, tidak ada tempat kost yang kosong, semua penuh, yang ada tinggal yang mahal-mahal, dan ber AC. Akhirnya saya pun kembali ketempat semula dengan menanyakan tempat kost yang pernah saya tanyakan dan yang murah tersebut, ternyata tempat masih ada! perjuangan pun berakhir sampai disini!
Namun ternyata harga sedikit naik, karena yang punya kost mengatakan harga naik sebesar 50 rb, karena tarif listrik naik, Dalam hati saya bergumam... Asem...! pake naik segala.. Dalam hati tidak apalah, tetap saja masih terbilang murah dengan harga seperti itu di bilangan kuningan, mungkin termurah di seantero kuningan. Saya tetap bersyukur!

memang benar seperti ada tertulis....

Jehovah Jireh....

Tuesday, February 19, 2013

Turn Over Terlalu Over!


Bekerja adalah impian setiap orang, terlebih di Indonesia. Mangapa? karena dengan bekerja orang memiliki penghasilan, terlebih status sosial. Ya, status sosial karena orang yang bekerja dianggap lebih cakap, lebih sukses dan mampu bersaing ditengah lapangan pekerjaan yang sangat minim di negeri ini.
Tingkat pengangguran di Indonesia per Agustus tahun 2012 berkisar sebesar 6,14 % dengan jumlah 7,24 juta orang (detik finance, 5 Nov 2012). Angka yang cukup besar bukan?

Mengapa bekerja, lebih tepatnya lagi menjadi karyawan lebih menjadi pilihan masyarakat ketimbang menciptakan lapangan pekerjaan alias menjadi pengusaha? sebagian orang mengatakan bekerja dengan orang lain lebih aman ketimbang membangun usaha sendiri, dengan kata lain membuat usaha sendiri lebih beresiko dan rawan bangkrut. Sebagian lagi mengatakan, bekerja hanya ingin mencari pengalaman bekerja, mencari ilmu, sehingga suatu saat nanti dapat mendirikan bisnis sendiri dengan modal ilmu yang didapat, dan banyak lagi alasan lainnya.


Kondisi dimana jumlah angkatan kerja yang membludak membuat para angkatan kerja dihargai dengan sangat rendah. Bukan rahasia umum lagi, seorang angkatan kerja dengan titel sarjana, di gaji tidak sebanding dengan tingkat pendidikannya. Namun masyarakat tidak punya pilihan, ya tidak punya pilihan, dibanding menganggur lebih baik bekerja sambil mencari pengalaman dan kesempatan yang lebih baik.

Pengalaman saya bekerja di sebuah perusahaan multinasional asing, bahwa banyak karyawan yang dihargai tidak sebanding dengan tingkat pendidikan, dan juga tanggung jawabnya. Bahkan tingkat turn over nya pun terbilang tinggi. Perusahaan seperti ini saya anggap adalah perusahaan yang tidak memiliki empati tehadap karyawannya, dan ini pun berimbas terhadap performance karyawan.
Karyawan tidak lagi memiliki loyalitas, terbukti dengan tingginya tingkat turnover di perusahaan ini, pelayanan terhadap customer yang tidak prima. Dan herannya lagi, tidak ada keinginan untuk merubah diri, dan memperbaiki diri agar lebih baik lagi.
Perusahaan ini seperti dikendalikan oleh orang buta yang tidak tahu keadaan sedang bahaya dan hanya berjalan tanpa arah tujuan dan nilai-nilai yang jelas.

Ya, itulah sekelumit kondisi dunia kerja di Indonesia, para pekerja hanya dianggap sebagai alat produksi yang dihargai sangat rendah.
Walaupun turn over terlalu over, buat mereka tidak masalah, toh ada ribuan lamaran pekerjaan yang masuk, dan siap mengganti yang keluar.
Jadi turn over terlalu over? siapa takut....!




Friday, January 18, 2013

Massive Flood 2013 in Jakarta!

H.R.Rasuna Said, Kuningan, near my office.


Rescue team help citizens in Bundaran HI, jakarta

flood victims eat food

Mr.President & Foreign Minister check flood at State Court

Business District of Jakarta (Bundaran HI) 

Kampung Melayu, flood almost cover the roof

Fight the flood with motorcycle

angry officer




We hope this will not happen in the future. Government and society should find the solutions together, and not to blame each other.

Pictures from several local media, Flood on January 17, 2013 in Jakarta.