Sunday, October 13, 2013

Malala Yousafzai, a little teacher

Malala Yousafzai (www.canadian progressiveworld.com)


Nama Malala menjadi nama yang sangat populer saat ini yang menghiasi berbagai media masa di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Malala dijadikan simbol perlawanan terhadap penindasan hak dan martabat kaum wanita, terutama hak mendapatkan pendidikan. Perjuangan dan tulisan-tulisannya membuat gerah pihak Taliban yang tidak suka dengan aktivitas Malala, puncaknya dia di tembak di bagian kepala saat menaiki sebuah bis di Pakistan. Nyawanya pun dapat diselamatkan setelah mendapatkan perawatan intensif di Inggris, kini Malala telah pulih dan siap melanjutkan perjuangannya untuk membela kaumnnya mendapatkan hak untuk mendapatkan pendidikan. Respon positif dari warga dunia, membuat Malala mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi seperti Sakharov Prize, penghargaan tertinggi di bidang hak asasi manusia dan kebebasan berpikir dari Uni Eropa, ia juga menerima Reach All Women in War (RAW), Anna Politkovskaya Award 2013, hadiah perdamaian anak internasional, The Oklahoma City Memorial and Museum di AS, dan berbagai penghargaan lainnya yang ia terima (kompas.com).

Melihat perjuangan wanita cilik berumur 16 tahun ini, saya begitu terkesan dan begitu tidak percaya ketika membaca riwayat Malala dan perjuangannya yang sangat luar biasa di sebuah negara Pakistan yang masih dilanda perang saudara antar pihak pemerintah dan opisisi, bahkan antar ras. Tidak bermaksud untuk melebih-lebihkan alias hiperbola, saya  merasa malu sendiri dan menjadi refleksi buat diri sendiri yang sampai detik ini belum melakukan sesuatu yang berarti bahkan untuk diri sendiri, keluarga, dan orang lain.

Indonesia juga memiliki pejuang wanita yang hebat seperti R.A. Kartini, seorang wanita berpendidikan dan putri seorang bangsawan yang mendobrak mitos dan budaya patrenalisme Jawa pada masa itu, yang melarang wanita untuk bersekolah dan memiliki hak yang sama dengan pria. Perjuangan ditengah keterbatasannya tidak membuatnya ciut bahkan menjadi pemicu untuk terus berjuang dan berkarya. Kini, perjuangan sang Kartini pun sudah dinikmati jutaan kaum wanita dinegeri ini, dan tetap menjadi sebuah simbol pergerakan perjuangan kesetaraaan wanita dan pria.

Malala Yousafzai dan R.A.Kartini adalah dua wanita yang bergerak menembus batas tantangan, hambatan, yang hanya bermodalkan ide dan niat baik, serta kerelaan berkorban untuk sebuah tujuan mulia yaitu membebaskan kaumnya dari belenggu perbudakan primordial.

Cerita diatas merupakan refleksi buat saya, dan mungkin kita semua untuk berjuang melawan segala tantangan yang menghambat kita untuk maju. Keterbatasan bukanlah sebuah alasan untuk melangkah kedepan. Malala bukanlah wanita super yang kuliah di Harvard Business School, bukan pula wanita yang dilatih oleh pasukan khusus untuk mempertahankan diri dari serangan kaum milisi, tetapi ia memulai tujuan besarnya dengan langkah kecil, yaitu mengajar...

Salam.











No comments:

Post a Comment