Wednesday, May 7, 2014

Kunjungan Singkat ke Taiwan

Hampir tiga tahun lalu tepatnya Agustus 2011, saya meninggalkan Taiwan. Saya mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan Master di bidang bisnis administrasi kala itu dengan beasiswa penuh dari Southern Taiwan University of Technology, dan saya berhasil lulus kurang lebih dua tahun lamanya. Buat saya, Taiwan adalah sebuah kenangan karena berada di negara asing dengan penduduk yang berbeda budaya, serta perjuangan saya yang tidak mudah untuk menyelesaikan gelar Master dan juga bertahan hidup di negara itu. Perjuangan dari mulai belajar keras untuk mengikuti seluruh proses perkuliahan, penyusunan thesis yang tentu saja tidak mudah, sampai dengan bagaimana bertahan hidup dengan uang saku yang diberikan universitas kala itu. Tahun ke dua, yakni 2010, saya ikut bekerja di kafetaria kampus, hanya sekedar untuk menambah uang saku kala itu. Manis, asam, asin, itulah gambaran yang saya alami selama dua tahun di negeri Taiwan kala itu. Semuanya itu adalah kenangan yang tak bisa terlupakan sampai kapan pun juga.
Patung Sun Yat Sen


Setelah sekian lama saya meninggalkan Taiwan, akhirnya saya kembali dapat berkunjung ke negeri itu. Kali ini saya berkunjung ke Taiwan bukan dalam rangka belajar, tetapi dalam rangka training atau pelatihan dari perusahaan tempat saya bekerja saat ini, yakni Chunghwa Telecom. Perasaan campur aduk, seraya bersyukur kepada Tuhan karena diberikan kesempatan kembali datang ke Taiwan. Salah satu yang membuat saya rindu dengan Taiwan adalah keteraturan yang begitu luar biasa, baik sistem transportasi, maupun prilaku manusianya yang cukup tertib dan filosopi hidup mereka. Jika dibandingkan dengan Indonesia, maka sangat jauh bedanya dengan Taiwan, tanpa mengurangi rasa hormat dan kagum saya terhadap tanah air tercinta ini yang kaya akan sumber daya alam dan budaya nya, tapi masyarakatnya tetap saja masih banyak yang miskin.

Saya berkunjung ke Taiwan selama tujuh hari, tiga hari dalam rangka training, dan sisanya jalan-jalan ke tempat yang dulu pernah saya tinggali, yakni Kota Tainan. Di kota Tainan inilah saya belajar selama kurang lebih dua tahun, dan tidak pernah pulang selama dua tahun sampai saya lulus, demi menghemat uang.
Tanggal 22 kira-kira pukul 3 sore, saya tiba di Taoyuan international Airport, dan langsung meluncur menuju hotel tempat saya menginap. Saya langsung memesan taxi airport dan langsung meluncur ke hotel. Rupanya jarak antara airport dengan hotel cukup jauh, perjalanan memakan waktu lebih dari setengah jam. Mata saya terus menatap argo taksi yang semakin lama semakin naik angkanya, saya mencoba bersikap tenang dengan menikmati panorama taipei yang kala itu diguyur hujan rintik rintik, tapi tetap saja gelisah melihat argo taxi yang terus dan terus naik. Beberapa kali saya bertanya kepada sang supir "hen yuan ma?" yang artinya jauh bangat ya ? dia menjawab "jiou daole? yang artinya bentar lagi nyampe cuy, santai aja lu...dalam hati saya menjawab "muka lu santai.., dari tadi gak nyampe-nyampe". Memang saya salah prediksi, karena saya hanya membawa uang sebesar 2,000 NTD, yang setara dengan 600,000 IDR. Akhirnya hotel yang ditunggu tunggu sampai juga, saya pun membayar taxi dengan harga 1,300 NTD, jantung semakin berdetak kencang, karena uang tinggal tersisa 700 NTD.

Pengamen di stasiun MRT, Taipei

Setiba dihotel, saya langsung ke meja resepsionis, dan bertanya ruangan saya yang mana. Ternyata saya salah masuk hotel, nama nya memang sama yakni Ximen hotel, tapi karena saya di booking kan yang single bed, saya diarahkan oleh petugas hotel untuk berjalan kira kira lima menit dari hotel tersebut. Tiba dihotel tersebut saya langsung mandi, dan beristirahat sejenak.
Sun yat Sen Memorial Hall
Keesokan harinya, saya berangkat menuju perusahaan tempat saya Training, yakni Chunghwa Telecom Taiwan, yang berada di jalan Ai Guo Dong Lu. Dekat dengan Chiang kaisek Memorial Hall, sebuah tempat wisata yang cukup terkenal di Kota Taipei. Sesampai nya di Kantor tersebut, saya pun langsung memberi tahu bahwa saya tidak punya uang yang cukup untuk bertahan hidup di Taiwan selama tujuh hari. Dengan iba, atasan saya pun langsung memberi pinjaman sebesar 5,000 NTD, yang setara dengan 1,500,000 IDR. Hati pun kembali ceria, seraya berkata "thank you, you save my life"

Tidak ada yang istimewa dengan training, biasa biasa saja seperti kuliah saja, mendengarkan orang presentasi menjelaskan tentang bisnis perusahaan lokal dan internasional. Beberapa pengajar terpaksa menjelaskan materi dengan bahasa Inggris, karena bahasa Mandarin saya pas pasan. Banyak juga yang gelagapan, karena bahasa Inggris mereka tidak cukup baik, beda-beda tipis dengan saya.

Di depan kantor pusat Chunghwa telecom, taipei

Hari terakhir training pun, saya menyempatkan bertemu dengan sahabat lama saya yang dulu pernah kuliah di universitas yang sama, yakni Octa teman Indonesia, Fernando, teman dari Peru, dan Ken teman dari Taiwan serta pacarnya.
Keesokan harinya, saya berkeliling ke beberapa tempat wisata seperti Chiang kai sek memorial hall, dan Sun Yat Sen Memorial Hall. Kira-kira pukul 4 sore, saya pun meluncur dengan bus express menuju Tainan, perjalanan kurang lebih memakan waktu 5 jam.

Bertemu dengan sahabat lama di Taipei.

Setibanya di Tainan, saya seperti terhipnotis dengan suasana kota itu yang tidak banyak berubah. Banyak mahasiswa yang berseliweran, serta toko-toko yang tidak pernah sepi hingga larut tengah malam. Setiap langkah kaki begitu berarti, seperti mengenang masa lalu ketika mahasiswa dahulu. Yang paling membuat saya begitu exciting adalah ketika saya menginjakkan kaki di kampus tempat saya kuliah dulu. Ya, kampus ini tidak banyak berubah setelah di tinggal selama kurang lebih tiga tahun. Saya pun bertemu dengan sahabat-sahabat saya di kampus ini, dan berkeliling sejenak melihat-lihat beberapa bagian kampus yang tidak berubah. Kemudian saya menyempatkan diri berkunjung ke asrama mahasiswa, dan disana bertemu dengan teman-teman lama, yang sebagian masih berada di tempat itu. Makanan, minuman, suasana lingkungannya, cukup menghipnotis saya, karena bisa merasakan kembali suasana itu. Tidak lupa, saya pun membeli lu cha atau teh hijau yang cukup terkenal di tempat itu.

Masyarakat menyaksikan pertunjukan tradisional

Ya, itulah salah satu hadiah yang Tuhan berikan kepada saya. Tidak pernah saya membayangkan untuk bisa kembali ke tempat itu, namun saya diberikan kesempatan sekali lagi menikmati suasana Taiwan yang kedua kalinya. Tuhan memang baik, dan pemurah.

Itulah pengalaman singkat saya berada di kota Taipei, Tainan, serta Nantai. Walaupun cukup singkat, namun setiap detik begitu berarti, dan setiap langkah begitu berarti. Kota yang tidak begitu besar, namun tertib, tenang dan memiliki budaya yang unik, yang sedikit banyak perlu kita contoh, terutama disiplin dan keteraturan hidup dalam keseharian mereka.

Salam.