Tuesday, March 15, 2016

Catatan Perjalanan Palangka Raya

Hari itu Selasa tanggal 8 bulan Maret 2016 adalah awal perjalananku menuju Palangka Raya, dengan tujuan melihat peristiwa gerhana matahari total. Jujur saja, aku bukanlah tipe orang yang suka traveling ke tempat-tempat jauh kecuali karena terpaksa. Entah mengapa mendengar kata gerhana matahari jiwa petualangan ku tiba-tiba bangkit, dan begitu semangat untuk menyaksikan peristiwa gerhana matahari total.

Singkat cerita, hari pertama di Palangkaraya aku berkunjung ke Stadion Mantikei untuk melihat atraksi budaya yang akan di gelar di tempat tersebut. Namun sayang, ketika sampai di stadion Mantikei acara telah selesai di gelar. Hanya sampah yang berserakan dan terlihat beberapa pekerja yang membereskan panggung-panggung hiburan. Sedih campur kecewa itulah perasaanku saat itu, karena tidak bisa melihat acara budaya dan tarian kolosal yang menurut berita digelar di tempat tersebut. 

Ketika aku hendak pulang ke hotel dengan naik angkot, tiba-tiba seorang ibu bicara denganku lalu berkata "mau ikut dengan saya?, saya mau ke Bundaran besar, disana acaranya lebih rame dan baru akan di mulai sore ini". Tanpa pikir panjang, aku pun langsung setuju dan mengikuti ibu itu dari belakang menuju Bundaran Besar. Dan benar saja, setibanya di Bundaran besar langsung terlihat sebuah pawai Ogoh-ogoh yang di arak di seputar Bundaran besar. Ogoh-ogoh adalah sebuah tradisi Hindu yang melambangkan sebuah patung raksasa yang diarak keliling untuk dimusnahkan, filosofi ritual ini adalah agar sifat jahat dalam diri setiap manusia dapat di hilangkan. Biasanya acara ini dilakukan sehari sebelum umat Hindu melakukan tapa brata atau Nyepi. 
Pawai Ogoh-Ogoh 
Setelah saya menyaksikan acara pawai Ogoh-ogoh tersebut, sang ibu tersebut mengajak ku ke tempat lain di seputar Bundaran Besar untuk menyaksikan Prosesi Balian oleh Suku Dayak. Prosesi Balian adalah ritual untuk mengusir roh jahat, agar pada saat gerhana matahari roh jahat tersebut lenyap (seperti yang dijelaskan oleh pembawa acara).

Sangkin asiknya menyaksikan acara ritual Balian tersebut, saya lupa melihat ibu yang telah mengantar saya tadi. Saya menengok kebelakang, namun ibu tersebut sudah tidak ada. Mungkin ibu tersebut pulang kerumahnya karena hari sudah larut malam.
Setelah acara Balian selesai, aku pun kembali ke hotel.

Hari kedua adalah hari yang aku nanti-nantikan untuk menyaksikan gerhana matahari total, yakni tanggal 9 Maret 2016. 
Pagi-pagi sekitar pukul 6.30, aku menuju Bundaran Besar untuk menyaksikan acara gerhana matahari total. Pada saat menyaksikan gerhana matahari total, aku berdecak kagum melihat peristiwa alam yang begitu dahsyat dan kebesaran Tuhan yang begitu agung. 
Selain gerhana matahari, acara juga diisi dengan banyak tari-tarian suku Dayak yang sangat memukau, sehingga para penonton pun berdecak kagum menyaksikan nya. Selepas acara gerhana matahari total, aku pun langsung menuju hotel untuk istirahat karena semalam hanya tidur sekitar dua jam.
salah satu pentas tari lokal
Hari ketiga adalah hari terakhir ku di Palangka Raya, dan merupakan hari yang sangat berkesan. Berkesan karena aku bertemu dengan teman-teman baru pada detik-detik terakhir ku di Palangka Raya. Selepas wisata susur sungai Kahayan, aku berniat menuju tempat pemeliharaan Orang Utan yang bernama Arboretum Nyaru Menteng. Dengan berbekal insting dan sedikit pengalaman pramuka pada saat sekolah dulu, aku langsung naik angkot tanpa bertanya dahulu kemana tujuan angkot tersebut. Setelah naik angkot, barulah aku bertanya kepada sang supir dengan polos nya dan berkata "Bang, Saya mau ke tempat Orang Utan.., nanti saya berhenti dimana ya bang?" Sang sopir terdiam selama beberapa detik, dan bingung harus menjawab apa. Beberapa saat kemudian, barulah sang sopir angkot tersebut menjawab dengan singkat "Waduh, jauh itu Bang..gak ada angkot kesana" Tanpa memberi solusi, dia pun terus tancap gas. Saya hanya pasrah saja seraya berdoa, semoga saya tidak di begal di tengah jalan. Setelah tidak ada penumpang lagi, sang sopir berkata kepada saya "Taxi mau kah?" saya bingung dan berkata dalam hati "taxi mana yg lewat di tengah hutan begini"? beberapa saat aku baru mengerti bahwa taxi yang ia maksud adalah carter angkot, dan aku pun setuju dan membayar Rp.170.000 PP. 
Setelah sampai di Arboretum, aku langsung menuju tempat Orang Utan dan disini lah saya bertemu dengan teman baru saya yakni Fernandes dan Arga. Arga adalah dokter hewan yang bertanggungjawab atas kesehatan Orang Utan di tempat tersebut.
Dari Kiri-Kanan (Fernandes, Saya, dan Arga)
Berkat merekalah aku bisa mengunjungi beberapa tempat wisata lainnya yang sangat menarik, aku sangat beruntung bisa bertemu dengan mereka.

Setelah sampai di Jakarta aku amat bersyukur karena telah melakukan perjalanan yang penuh dengan kesan, dan menambah wawasan nusantara ku terhadap budaya Indonesia. Ya, Palangkaraya kota kecil tetapi memiliki budaya dan kearifan lokal yang sangat indah. Serta masyarakatnya yang ramah, dan memiliki toleransi antar umat beragama yang sangat tinggi.

Terimakasih Tuhan atas perjalanan yang sangat berkesan ini.




















No comments:

Post a Comment